Suatu hari, sang singa yang menyembunyikan kukunya, Sa’ad ibn Abi
Waqqash, meminta sesuatu yang istimewa kepada Rasulullah. “Ya
Rasulallah.. do’akanlah pada Allah agar do’a-do’aku ini mustajab..”,
demikian pinta sahabat yang dijanjikan surga ini kepada Rasulullah.
Sebuah pinta yang amat cerdas, permintaan yang sesungguhnya menjadi
permintaan bagi tiap-tiap manusia yang berdo’a pada Tuhan. Permintaan
yang membuat harap seorang hamba selalu terjaga menegakkan optimismenya.
Terpujilah Sa’ad ibn Abi Waqqash atas iman dan amalnya kepada Allah
yang membuat kemurnian pintanya.
Rasulullah yang sangat
mencintai Sa’ad tak langsung mengiyakan pinta itu. Ada satu syarat yang
Rasulullah berikan untuk sahabat yang sudah dianggap sebagai pamannya
ini. Syarat ringan jika dibanding dengan permintaannya. “Wahai Sa’ad,
bantulah aku dengan memperbaiki makananmu… bantulah aku dengan
memperbaiki makananmu…”. itu lah syarat ringan dari Rasulullah.
Pada
hari yang lain, seperti yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya,
Rasululllah berkata kepada Rabi’ah bin Ka’ab Al Islami, “Mintalah!”
Rasulullah yang agung menawarkan permintaan kepada sahabat yang sedang
menyiapkan air wudhu dan kebutuhan Rasul yang lain. Lalu apakah hal yang
diminta sahabat mulia ini? Ternyata kesucian hatinya membuahkan jawaban
yang sangat mulia, “Aku minta kepadamu agar dapat menemanimu di surga”.
Cerdas dan Mulia! Bayangkan saja kawan, apalagi kenikmatan selain
membersamai Rasulullah di surga. Jangan kau lupa kawan, surga bagi
Rasulullah adalah surga dengan tingkatan tertinggi, Surga Firdaus.
“Tidak
ada permintaan lain?” tawaran berikutnya Rasul berikan kepada Rabi’ah
bin Ka’ab Al Islami. “Itu saja”, jawab Rabi’ah bin Ka’ab dengan lembut
mencukupkan diri dengan satu pintanya itu. Ternyata, Rasul pun
memberikan sebuah syarat pada permintaan ini. “Bantulah aku dengan
banyak sujud”. Lagi-lagi, syarat yang ringan jika dibanding dengan
permintaannya.
Menjaga Makanan dan Sujud
Adakah
dua aktivitas ini sudah umum terdengar oleh kita? Dua aktivitas
tersebut pada hakikatnya adalah shaum dan shalat. Menjaga apa-apa yang
menjadi makanan kita sekaligus menahan segala hawa nafsu lainnya adalah
ibadah yang kita sebut shaum atau puasa. Sujud? Dalam aktivitas apa kita
melakukan sujud? Paling banyak pastilah sholat. Dalam sehari minimal
sekali kita akan sujud 34 kali. Dua aktivitas ini yang Rasulullah
syaratkan untuk mendapat dua permintaan yang agung tersebut. Kenapa
bisa? Bisa!
Kita mulai dengan menjaga makanan, yang lebih jauh
adalah ibadah shaum. Syarat ini diberikan Rasul untuk mendapatkan
anugerah berupa do’a-do’a yang mustajab. Simak sebuah hadist berikut:
“Juga
kelompok yang do’a mereka tidak ditolak ialah: orang yang berpuasa
sehingga dia berbuka, pemimpin yang adil, dan do’a orang yang
teraniaya.” (Riwayat Abu Hurairah r.a. dari Ahmad, dan Ibn Majah
yang dianggap sebagai hadits hasan oleh Tirmidzi, dan dishahih-kan oleh
Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibban)
Betapa hebatnya efek dari ibadah
shaum, yaitu terijabahnya do’a-do’a oleh Allah. Pantaslah Rasulullah
mensyaratkan ibadah shaum sebagai “bantuan” agar permintaan Sa’ad ibn
Abi Waqqash dapat terkabul. Tentu kita sudah bagaimana bagaimana
kelanjutan kisah dari Sa’ad ibn Abi Waqqash. Do’anya menjadi mustajab
dalam tiap kesempatan. Subhanallah.
Beranjak pada syarat kedua,
yaitu sujud dalam shalat untuk mendapatkan surga. Mari kita simak
penuturan Abdul Hamid Al Bilali dalam kitabnya Waahatu Al Iman mengenai
hal ini:
”Rasulullah memberi penjelasan kepada sahabat itu
tentang resep yang memasukkannya ke surga dan dan membuatnya dapat
menemani beliau di sana. Yaitu dengan banyak sujud. Rasulullah bersabda
kepada sahabat itu, ‘bantulah aku dengan banyak sujud’. Rasulullah
bersabda seperti itu, sebab jiwa menyuruh kepada keburukan, tidak suka
ibadah, dan benci lama ibadah. Karena itu, agar jiwa mudah dikendalikan,
maka jiwa perlu dibersihkan terus-menerus dan dilawan,agar mudah dibawa
kepada apa saja yang dikehendaki Allah ta’ala”
Shalat lah
yang menjadi objek hisab pertama kali, jika shalatnya baik maka yang
lainnya pun akan baik. Kebaikan-kebaikan ini dan ridho-Nya akan
menghantarkan kita menuju surga-Nya kelak. Selain itu, sujud pula yang
dapat mengangkat hamba dari neraka yang membakarnya. Imam Bukhari
meriwayatkannya dalam kitab Shahihnya hadits berikut:
“Setelah
Allah selesai memutuskan perkara seluruh hamba-Nya dan ingin
mengeluarkan penghuni neraka yang Dia kehendaki dengan rahmat-Nya, maka
Dia memerintahkan para malaikat untuk mengeluarkan dari neraka siapa
saja yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun di antara
orang-orang yang dikehendaki Allah untuk dia rahmati, yaitu di antara
orang-orang yang bersaksi tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali
Allah. Para malaikat mengenali mereka di neraka dengan tanda sujud.
Neraka menelan apa saja pada manusia, kecuali bekas sujud, sebab Allah
mengharamkan neraka menelan bekas sujud. Lalu, mereka kelaur dari neraka
dalam keadaan terbakar. Kemudian, mereka disiram air kehidupan, lalu
mereka tumbuh di bawah air itu seperti biji-bijian tumbuh di tanah bekas
banjir” (HR Bukhari)
Anda sudah sedikit bingung
dengan penjelasan ini? Atau anda kira saya salah memberi judul tulisan
ini? Kebetulan saya tidak salah memberi judul tulisan ini. Dua aktivitas
ini dan ramadhan adalah berkaitan erat. Sadarkah kawan, menjaga makanan
dengan shaum dan memperbanyak sujud dengan memperbanyak shalat adalah
hal yang baru saja kita lakukan dengan semangat luar biasa tepat sebulan
lamanya? Di bulan Ramadhan yang baru saja beberapa hari meningalkan
kita, shaum menjadi amalan kita di siang hari nan terik, shalat malam
menjadi agenda tak terlewatkan di malam yang dingin. Kita mengejar
keutamaan beribadah di bulan nan agung itu.
Tapi, ada apa setelah Ramadhan?
Merasakah
kita bahwa semangat menurun karena “reward” dari Allah tak sebesar di
bulan Ramadhan? Baca lagi penjelasan tentang shaum dan sujud di atas!
Betapa Allah tetap memberikan reward luar biasa besar bagi amalan yang
kita lakukan di bulan Ramadhan, jika kita tetap melakukan amalan itu di
luar bulan Ramadhan. Penjelasan di atas tidak berdasar pada masa-masa
tertentu, tapi sepanjang tahun, di tiap bulan, di tiap hari kita
berpuasa dan shalat. Allah mengganjar amalan itu dengan luar biasa
besar. Untuk shaum saja, Allah siapkan do’a-do’a yang mustajab,
sedangkan untuk memperbanyak shalat, surga! Apa lagi? Kurang besarkah
rewards Allah di luar Ramadhan ini?
Maka jika ada pertanyaan “Ada
Apa Setelah Ramadhan?”, jawablah dengan lantang “Ridho, karunia, dan
nikmat Allah yang (masih) luar biasa besar!”. Jadikanlah tiap bulan
menjadi bulan Ramadhan dengan tetap membawa semangat Ramadhan sepanjang
tahun. Maka tercapailah moto yang kita azzamkan selama Ramadhan lalu,
“menjadi hamba rabbani, bukan ramadhani!”
Wallahu a’lam..
Puisi ini aslinya berbahasa indonesia dan ditranslate menjadi puisi bahasa inggris. Penulis Puisi ini bernama :
Abdi Tulus Tarigan